SOUNDSCAPE HUJAN BULAN JUNI
Oleh: Mokh. Ngisom Musurur [https://twitter.com/mokh_ngisom_msr]
Puisi Hujan Bulan Juni (June Rain) karya Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, seperti puisi-puisi beliau lainnya memang begitu mengharu biru relung-relung kalbu. Liriknya berirama ‘euphony’ yang bunyinya terasa teduh dan harmonis. Hujan dalam imaji dan puisi Pak Sapardi menjelma menjadi suatu lanskap ritmis, di mana kita dapat menganalogkan sebagai satu sajian ‘soundscape’ (pemandangan yang berupa bunyi atau nada) nan indah. Lanskap hujan menjadi sumber melodrama dan cerita humanitas tanpa batas. Tiap baris disajikan dengan kata yang halus lembut dan dengan gaya bahasa kiasan yang personifikatif dimana akan kita dapati dalam kata hujan dikiaskan sebagai manusia yang bersikap tabah, bijak, dan arif.
Beliau dapat mengilustrasikan dan mengibaratkan sesuatu dari sudut pandang atau hal-hal yang jarang terpikirkan oleh orang lain. Puisi 'Hujan Bulan Juni' dapat ditafsirkan sebagai simbol dari sebuah penantian. Hal yang dinantikan pada bulan Juni, musim kemarau itu adalah hujan. Saya dapat berkata demikian melihat dari pilihan kata yang diambilnya. Semisal, ‘bulan Juni’ merupakan bulan di musim kemarau yang jarang terjadi hujan. Dalam siklus musim, kemungkinannya sangat kecil untuk turun hujan di negeri kita Indonesia pada bulan Juni, karena bulan Juni termasuk dalam musim kemarau. Walaupun memang, akibat perubahan iklim global, pada akhir-akhir ini tidak demikian. Ya, itulah keunikan yang dapat ditangkap dan yang saya maksud sebagai sesuatu hal yang tidak sering dipikirkan kebanyakan orang.
Puisi ini terdiri dari 12 baris, memiliki 6 subide (semacam alinea dalam narasi prosa). Masing-masing alinea memiliki fragmen dan gambaran tertentu, yaitu: 1) ketabahan seseorang dalam penantian panjang akan sesuatu yang diharapnya, 2) kerinduan mendalam yang dirahasiakan, 3) penantian yang bijak penuh akal budi, 4) penghapusan masa lalu yang menimbulkan keraguan, 5) kearifan dan keihlasan dalam penantian, 6) penantian yang berbuah kebahagiaan dipenghujungnya.
Puisi ini menceritakan mengenai ketabahan dalam menahan kerinduan tak terperi dan kearifan serta kebijakan memendam cinta yang diibaratkan oleh hujan dan pohon bunga itu. Makna dari perumpamaan puisi ini adalah bahwa meskipun seseorang mencintai orang lain dalam hati saja, akan tetapi orang tersebut dapat menunjukkan rasa cintanya kepada orang yang dia cintai melalui sikap, perilaku, dan pemberian yang tulus tanpa pengharapkan balasan atau imbalan apapun, seperti tetes air hujan yang diserap akar pohon bunga itu. Begitu mengilhami dan menyentuh.
Salam sastra berperadaban.
Selanjutnya, yang hendak mengapresiasi, silakan menyimak lirik puisinya, mendengarkan musikalisasi puisinya, dan menyaksikan videonya, pada link yang tertera di bawah lirik puisi 'Hujan Bulan Juni' berikut ini. Selamat meresapi dan menghayatinya. Semoga mampu menguatkan jiwa-jiwa rindu para pecinta dengan ketabahan, kearifan, dan kebijakan:
HUJAN BULAN JUNI
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Musikalisasi puisinya, antara lain dapat didengar dan dilihat di link situs-situs berikut ini:
http://www.4shared.com/mp3/9eZDXfNu/03_Hujan_Bulan_Juni.htm (slow version)
http://www.4shared.com/mp3/W5-aujeu/Track_10_-_Hujan_Bulan_Juni.htm (melancholic version)