PGRI DAN PERAN STRATEGIS MEMBANGUN GENERASI
GEMILANG 2045 DI ERA MERDEKA BELAJAR
Oeh: Mokh. Ngisom Musurur
(Guru UPTD SMP Negeri 2
Kunjang – PGRI Cabang Kecamatan Kunjang)
Peringatan
Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Hari Guru
Nasional 25 November merupakan momentum mengevaluasi peran strategis PGRI. Dalam
melakukan evaluasi, PGRI, organisasi profesi, perjuangan, dan ketenagakerjaan tempat
berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya (AD ART PGRI, 2019)
bisa merujuk pada Pembukaan UUD 1945, UUD 1945 Pasal 31, UU No. 20 Tahun 2003,
UU No. 14 Tahun 2005. Di dalamnya menjelaskan amanat konstitusional mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Bagaimana pun PGRI bersama guru adalah ujung tombak
dalam mewujudkannya. Tetapi jalan dan prosesnya tidaklah mudah. Sarat permasalahan
dan penuh tantangan seiring arus disrupsi teknologi dan inovasi serta gelombang
perubahan zaman yang cepat, mengejutkan sekaligus memberikan peluang.
Permasalahan, tantangan dan apa
yang harus diperjuangkan
Dengan
memperhatikan tujuan pendidikan yang digariskan dalam konstitusi kita serta
memperhatikan kenyataan empiris di bangsa kita, maka akan terdiagnosis adanya
banyak masalah di bidang pendidikan bangsa ini. Ada gap (jurang pemisah)
menganga di antara keduanya. Ini artinya terdapat permasalahan sekaligus
tantangan yang membutuhkan perjuangan untuk menyelesaikannya.
Persoalan
mendasar yang perlu dievaluasi dan dijadikan bahan refleksi salah satunya
adalah sudahkah PGRI bersama guru benar-benar berusaha mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Seturut dengan itu, apakah PGRI bersama guru juga sudah
nyata-nyata berjuang dengan sungguh-sungguh mewujudkan tujuan pendidikan, yakni: memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi
manusia yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia. Fenomena yang
teramati di lembaga-lembaga pendidikan kita, usaha meningkatkan iman, takwa,
serta akhlak mulia masih lebih sekedar visi misi yang dalam implementasinya
kurang kesungguhan dan kegigihan dalam mewujudkannya. Pendidikan kita
orientasinya masih lebih menekankan bidang akademik atau ranah kognitif dan psikomotorik
serta terjebak dalam urusan formalitas administratif belaka. Di lain sisi, telah terjadi kemerosotan akhlak pada bangsa
kita, termasuk di kalangan pelajar atau peserta didik kita. Sedangkan persoalan
akhlak dan adab mulia sangatlah penting karena ia menjadi pengantar sekaligus
kunci meraih keberkahan ilmu (Imam Az-Zarnuji, 2020: 40). Dalam Reformasi
Pemikiran Pendidikan Kita (2020:
265), Fatih Madini mengemukakan bahwa realitasnya, iman, taqwa, dan akhlak mulai tidak lagi dijadikan tolak ukur
dan standar kelulusan di setiap jenjang pendidikan.
Permasalahan
lain di dunia pendidikan kita yang membutuhkan peran perjuangan PGRI dalam
mencari solusinya antara lain adalah: kebiasaan mark-up atau katrol
nilai. Borok di tubuh pendidikan yang bertajuk ‘katrol nilai’ ini kalau tidak
segera dihentikan akan berdampak pada penurunan kualitas output dan outcome
pendidikan kita.
Belum
lagi masalah rendahnya kualitas SDM Indonesia sebagai hasil proses
pendidikan. Beberapa lembaga survei
internasional masih menempatkan kualitas pendidikan Indonesia di urutan bawah.
Di dalam opini Emil Salim Tantangan Pendidikan Bangsa di Kompas (28/5/2021)
dituliskan hasil penilaian Programme for International Students Assessment (PISA)
yang menilai “kemampuan literasi membaca, matematika dan sains” yang
diselenggarakan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi.
Selain itu, penilaian Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS) sebagai penilai internasional untuk pengetahuan matematika
dan sains yang dilakukan oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi
Pendidikan. Dalam kedua penilaian tersebut dari 79 negara yang dinilai,
Indonesia masih berada di kelompok lima negara terbawah. Krisis pendidikan yang
dialami Indonesia kini, makin diperparah oleh krisis akibat Pandemi Covid-19.
Hal ini dikhawatirkan menyebabkan learning loss atau hilangnya pengetahuan dan keterampilan atau
terjadinya kemunduran proses akademik karena faktor tertentu.
Yang
juga menjadi masalah pelik pendidikan kita, yaitu: gaji guru honorer ‘murni’ di
semua jenjang dan satuan pendidikan dari TK dan RA s.d. SMK dan MAK yang masih
jauh dari layak, rencana pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dari lembaga
pendidikan yang kontra dengan amanat konstitusi dan pasti membebani masyarakat
terutama warga miskin. Kemudian persoalan tidak lagi diangkatnya guru dalam
skema ASN/PNS melainkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ada
lagi masalah pendidik atau guru yang belum sepenuhnya memahami
substansi kurikulum dan penerapannya.
Selain itu, permasalahan yang harus diperhatikan serius pula oleh PGRI
bersama guru adalah masalah penyalahgunaan ‘gadget’, narkoba, terpaparnya
pornografi dan pornoaksi oleh peserta didik kita, serta pergaulan bebas
berkedok ‘pacaran’ yang dilakukan oleh kalangan pelajar dan mahasiswa; LGBT, useless dan hate speech di media sosial, tawuran antar pelajar, dan
masih banyak lagi permasalahan lainnya.
Masalah
krusial tersebut di atas kalau tidak segera diupayakan jalan keluar yang tepat
akan berdampak buruk bagi kecerdasan spiritual, sosial, emosional, serta
intelektual, serta masa depan generasi kita. Apalagi jangan sampai terjadi lost
generation yang sama-sama kita tidak inginkan. Oleh karena itu menurut penulis, sebagai langkah
solutif, PGRI bersama guru dengan semangat merdeka belajar harus memperjuangkan
dilakukannya reformasi sistem pendidikan berdasarkan konstitusi dan berbasis
akhlak mulia untuk membangun generasi gemilang. Payung hukumnya sudah ada.
Tinggal membutuhkan kebijakan, good will dan political will untuk
bebar-benar mengamalkan secara nyata.
Era Merdeka Belajar dan Harapan
Menuju Generasi Gemilang 2045
Pada
tahun 2045 nanti, kemerdekaan bangsa Indonesia akan memasuki usia kemerdekaan
100 tahun. Para elite bangsa Indonesia harus memiliki kepemimpinan dan blue
print atau grand design bagaimana Indonesia menjadi bangsa yang
berkemajuan dan berperadaban luhur. Di era
merdeka belajar kini, PGRI bersama para guru yang memiliki peran strategis dan
bersinergi dengan seluruh stakeholder pendidikan mesti bergerak,
berjuang memberi solusi bagi permasalahan pendidikan yang
ada.
Dengan
spirit merdeka belajar dan komitmen tinggi mempersiapkan
generasi Indonesia 2045 di mana populasi usia produktif yang melimpah harus menjadi
bonus demografi bukan bencana demografi. Kita semua dengan segala daya upaya
berharap lahirnya generasi gemilang sebagai hadiah ulang tahun satu abad
kemerdekaan Indonesia pada 2045 nanti dapat terwujud. Menjadi generasi emas
jangan generasi cemas, generasi berprestasi bukan generasi frustasi. Generasi
gemilang, tidak generasi pecundang.
Melalui reformasi sistem
pendidikan yang benar serta peran PGRI
dan para guru yang sholih, berakhlak mulia,
cerdas, kreatif, inovatif, belajar merdeka, dan memiliki spirit merdeka belajar
serta ikhlas mengabdi untuk bangsanya akan sangat memberi kontribusi dan menjadi
kunci mewujudkan generasi gemilang 2045. Generasi yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Generasi
berprofil Pancasila dan berwawasan kebangsaan.
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha
Esa dan dengan perjuangan serta doa, kita yakin bisa mewujudkannya.
Selamat HUT ke-76 PGRI dan Hari Guru Nasional 2021.
Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan.
Bangkit Guruku, Maju Negeriku.
Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.
Hidup Guru!, Hidup PGRI!, Solidaritas! Yes!