DAMPAK PUASA TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR OTAK BARU
DAN KESEHATAN OTAK
Oleh: Taruna Ikrar *)
Struktur Otak
Otak adalah
bagian yang paling kompleks dari tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi
utama, yaitu: sebagai pusat kemampuan berpikir, intelijen, mengingat, inovasi; demikian pula sebagai pusat penafsiran
terhadap fungsi panca indra, inisiator gerakan tubuh, dan pengendali perilaku.
Otak terletak di dalam tempurung kepala, yang memiliki cairan pelindung. Otak
juga merupakan sumber dari semua kualitas yang mendefinisikan kemanusiaan kita.
Sehingga otak adalah permata dari mahkota tubuh manusia.
Selama
berabad-abad, ilmuwan dan filsuf telah terpesona oleh otak, tetapi sampai saat
ini, otak tetap memiliki misteri yang sangat kompleks, dan masih sangat banyak
yang belum terungkap dari rahasia besar tersebut. Untuk mengungkap berbagai
misteri didalam otak, para ilmuwan telah belajar lebih banyak tentang otak
dalam 10 tahun terakhir dibanding dekade sebelumnya, karena laju percepatan
penelitian dalam ilmu saraf dan perilaku, yang didukung oleh pengembangan
teknik penelitian baru.
(Gambar 1: Ilustrasi
Struktur Otak Manusia)
Secara prinsip otak melayani fungsi penting
dalam kehidupan. Sebagai contoh, kita memiliki panca indera: penglihatan,
penciuman, pendengaran, sentuhan dan rasa. Melalui indera ini, otak kita menerima
pesan. Dengan menggunakan panca indera: penglihatan, penciuman, sentuhan, rasa,
dan pendengaran, otak menerima banyak pesan pada waktu bersamaan. Otak kita
mengontrol pikiran kita, memori, gerakan tangan dan kaki dan fungsi semua organ
dalam tubuh kita. Otak juga menentukan bagaimana kita menanggapi situasi stres
dengan mengatur irama jantung dan pernapasan.
Otak adalah
struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari beberapa bagian penting
yang menjalankan fungsi otak terhadap seluruh organ tubuh. Struktur tersebut,
terdiri atas bagian utama, yaitu: otak besar (hemisphera), otak belakang (cerebellum),
batang otak (brain stem), sumsum
tulang belakang (spina spinalis),
serta sistem saraf perifer (autonomy
nervuses system). Sebagai mana diketahui, bahwa otak terdiri dari 100
milyaran sel saraf (neuron) yang
saling berhubungan, dengan jumlah networking 1000 triliunan synapses. Hubungan
antara sel-sel saraf ini disebut synapses.
Pada hubungan sel saraf terjadi melalui impuls listrik (electrical synapses) dan kimiawi yang berupa neurotransmittersebagai
bahan perantaranya. Neurotransmitter berperan dalam pengaturan sistem kerja
antar neuron, sehingga apabila terjadi gangguan pada neurotransmitter,
maka neuron-neuron akan bereaksi abnormal.
Ada 2 golongan jenis
sel-sel saraf yaitu: excitatory dengan neurotransmitter kimiawinya (glutamat) dan yang kedua adalah inhibitory
dengan neurotransmitter yang berperan GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Kedua
jenis sel saraf diatas berfungsi secara harmoni atau seimbang untuk
melaksanakan fungsi otak dengan baik.
(Gambar 2: Kerumitan
dan kompleksitas dari networking atau jaringan antara sel-sel saraf di dalam
otak).
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Fungsi Otak
Ada banyak faktor
yang bisa mempengaruhi fungsi otak, antara lain: faktor genetik,
psikologi/kejiwaan, lingkungan, temperatur, makanan, dan minuman. Secara khusus
dalam ilmu saraf, dikenal istilah ’plastisitas otak’. Plastisitas otak mengacu pada kapasitas
dari sistem saraf untuk mengubah struktur dan fungsinya, sebagai reaksi
terhadap keragaman lingkungan. Perubahan tersebut terjadi dalam berbagai
tingkatan pada sistem saraf mulai dari peristiwa molekuler, seperti perubahan
dalam ekspresi gen, sampai panda tingkatan perilaku.
Tiga bentuk utama
dari plastisitas jaringan otak yang dapat dijelaskan sebagai berikut: plastisitas
sinaptik, neurogenesis dan fungsional kompensasi.
1). Synaptik
plastisitas; ketika otak terlibat dalam pembelajaran dan pengalaman baru, akan
terjadi interaksi dan networking baru pada hubungan sel-sel saraf (synapses) di otak. Secara prinsip,
sistem atau sirkuit saraf memilik banyak rute yang terbentuk antar sel-sel
saraf (neuron). Rute ini terbentuk
dalam otak melalui pembelajaran dan praktek. Sel-sel saraf (neuron) berkomunikasi satu sama lain
pada titik pertemuan yang disebut (synaps).
Setiap kali pengetahuan baru yang diperoleh melalui komunikasi atau transmisi synaptik
antara neuron yang terlibat, akan dibarengi pula interaksi neuron dalam
berkomunikasi dengan sesama neuron melalui sinyal listrik. Bukti ini, akan menunjukkan
plastisitas sinaptik sistem saraf; yang merupakan pilar menakjubkan akan kelenturan
otak.
2). Neurogenesis;
merupakan proses kelahiran dan proliferasi neuron baru di dalam otak. Para
ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir telah menemukan, bahwa sel induk yang
terletak di dentate gyrus hipokampus dan di korteks pre-frontal, dapat mengalami
proliferasi dan berkembang menjadi sel pyramidal dan sel yang akan berkembang
menjadi sel-sel dewasa yang memiliki akson dan dentrites. Sel-sel saraf yang
baru ini akan bermigrasi ke berbagai daerah di dalam otak dimana mereka dibutuhkan
untuk merehabilitasi atau menggantikan sel-sel yang rusak atau mati.
(Gambar 3:
Regenerasi sel-sel saraf)
3). Fungsional
kompensasi; pada saat seseorang mengalami penuaan, maka plastisitas otak akan
mengalami penurunan. Tetapi, sesuatu yang merupakan keanehan, karena tidak
semua orang dewasa yang lebih tua menunjukkan kinerja yang lebih rendah, bahkan
beberapa orang mengalami pencapaian kinerja yang lebih baik, bila dibandingkan
dengan rekan-rekan mereka yang lebih muda. Hal ini merupakan keuntungan bagi
perkembangan otak tersebut, yang dalam istilah neurosains, disebut fungsional
kompensasi. Dengan fungsional kompensasi ini, sehingga pada saat seseorang
mengalami ketuaan dan defisit serta penurunan plastisitas sinaptik yang
menyertai penuaan, otak tetap bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Studi
terbaru menunjukkan bahwa otak mencapai solusi fungsional melalui aktivasi jalur
saraf alternatif, yang paling sering mengaktifkan daerah di kedua belahan otak.
Kondisi
Psikologis dan Biologis Manusia Pada Saat Berpuasa
Berdasarkan
faktor yang mempengaruhi fungsi otak di atas, muncul pertanyaan, bagaimana
kondisi biologis, psikologis dan fungsional otak pada saat berpuasa. Berpuasa
pada bulan Ramadhan bagi kaum muslim, secara hakekat bukan hanya menahan dahaga
dan lapar mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Tetapi lebih
dari itu adalah suatu latihan psikis, mental dan tentu saja fisik biologis.
Secara psikis,
orang yang menjalankan puasa tersebut akan semakin memiliki jiwa dan perilaku
sehat, dan tentunya menjauhkan pikiran dan perbuatan dari hal-hal yang bisa
mencederai hakikat berpuasa, sehingga kedepan bisa menjadi manusia yang
berakhlaq mulia.
Secara biologis,
tentunya diharapkan bisa bermanfaat bagi kesehatan. Pelaksanaan puasa
dilaksanakan dengan cara menahan dahaga dan lapar mulai dari subuh hingga
terbenamnya matahari di ufuk timur; (dibutuhkkan waktu sekitar 14 jam). Berarti
selama melaksanakan puasa tubuh mengalami proses metabolisme atau makanan
didaur ulang dalam sistem pencernaan sekitar 8 jam, dengan perincian 4 jam
makanan disiapkan dengan keasaman tertentu dengan bantuan asam lambung, untuk selanjutnya
dikirim ke usus, 4 jam kemudian makanan diubah wujudnya menjadi sari-sari
makanan di usus kecil kemudian diabsorbsi oleh pembuluh darah dan dikirim
keseluruh tubuh. Waktu sisa 6 jam merupakan waktu yang ideal bagi sistem
percernaan untuk istirahat.
Selama
melaksanakan puasa Ramadhan tersebut, menjadi hal yang penting untuk memahami
manfa’atnya. Apalagi
jika dilakukan secara ikhlas dan disertai keyakinan dan pengetahuan yang
memadai tentang manfaat pelaksanaan puasa bagi kesehatan tubuh, khususnya yang
berhubungan dengan metabolisme, sistem endokrim, dan kesehatan organ yang
sangat penting, seperti otak.
Manfaat Puasa
Pada Fungsi Otak
Dengan
menjalankan puasa, berarti suatu aktivitas fisik dan biologis sebagai usaha
untuk mengatur dan memperbaiki metabolisme tubuh. Hal ini dapat dimengerti,
karena pelaksanaan puasa mengajarkan dan melatih tubuh secara disiplin untuk
makan dan minum secara tidak berlebihan dan mengatur kuantitas dan kualitas
makanan yang dikonsumsi. Dengan demikian maka puasa akan memberi manfa’at kesehatan bagi orang yang
menjalankannya.
Berpuasa akan
melatih seseorang untuk hidup teratur dan disiplin, serta mencegah kelebihan
makan. Menurut penelitian, puasa dapat menyehatkan tubuh, sebab makanan
berkaitan erat dengan proses metabolisme tubuh. Saat berpuasa karena ada fase
istirahat setelah fase pencernaan normal, yang diperkirakan sekitar 6 sampai 8
jam, maka pada fase tersebut terjadi degradasi dari lemak dan glukosa darah. Demikian
pula ternyata terjadi peningkatan HDL (High
Density Lipoprotein) dan apoprotein alfa 1, dan penurunan LDL (Low Density Lipoprotein) dimana hal ini
sangat bermanfa’at bagi kesehatan
jantung dan pembuluh darah, karena HDL berefek baik bagi kardiovaskuler sedangkan
LDL berefek negatif bagi kesehatan pembuluh darah. Kondisi tersebut dapat
menjauhkan serangan penyakit jantung dan pembuluh darah. Bagi penyakit
kardiovaskuler, tidak ada penanggulangan yang lebih baik selain mencegahnya. Hal
ini dapat dilakukan dengan memperbaiki gaya hidup sehat, melaksanakan pola
makanan yang sehat (memperbanyak makan makanan berserat dan bersayur, serta
tidak makan berlebihan makanan yang mengandung lemak dan kolesterol tinggi),
serta dilanjutkan dengan olah raga atau aktivitas yang teratur.
Demikian pula
secara psikologis yang tenang, teduh dan tidak dipenuhi rasa amarah saat puasa
ternyata dapat menurunkan adrenalin. Sebab saat marah terjadi peningkatan
jumlah adrenalin sebesar 20-30 kali lipat. Adrenalin akan memperkecil kontraksi
otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah
koroner, meningkatkan tekanan darah arterial dan menambah volume darah ke
jantung dan jumlah detak jantung. Adrenalin juga menambah pembentukan
kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah. Berbagai hal tersebut
ternyata dapat meningkatkan risiko penyakit pembuluh darah, jantung dan otak
seperti jantung koroner, stroke dan lainnya.
Dalam penelitian endokrinologi
menunjukkan bahwa pola makan saat puasa yang bersifat rotatif menjadi beban
dalam akumulasi makanan di dalam tubuh. Keadaan ini mengakibatkan pengeluaran
hormon sistem pencernaan seperti amylase, pangkrease, dan insulin dalam
jumlah besar, sehingga akan meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan tubuh.
Dengan demikian, puasa bermanfa’at menurunkan
kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya,
puasa sangat dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita
penyakit diabetes, kolesterol tinggi, kegemukan dan hipertensi.
Demikian pula, manfa’at puasa terhadap fungsi dan kesehatan
otak, dapat dijelaskan secara ilmiah (scientific experiment). Berdasarkan
penelitian plastisitas dan neurogenesis, yaitu tentang kelenturan dan
perkembangan otak. Dijelaskan bahwa pada dasarnya synapsis (jaringan/koneksi
otak) dapat berkembang berdasarkan, faktor lingkungan, kejiwaan, dan makanan
yang dikomsumsi oleh seseorang. Bahkan, Dr. Johansen-Berg, et al. (Neuron Journal, 2012) mejelaskan
bahwa synapsis diotak dapat mengalami perubahan selama 24 jam yang terekpos
oleh pembelajaran dan latihan.
Sehingga pada saat seseorang melaksanakan
puasa Ramadhan, selama sebulan penuh (30x24 jam). Dengan berupaya secara
maksimal mengatur cara makan, serta senantiasa berpikir positif, berpikir
optimis, serta tawadhu dan berbuat secara ikhlas. Maka berdasarkan plastisitas,
neurogenesis, dan fungsional kompensasi jaringan otak akan diperbaharui.
Sehingga struktur otak akan terbentuk networking atau rute jaringan baru
didalam otak, yang tentunya akan membentuk pribadi dan manusia yang berpikiran
sempurna sesuai anjuran dan latihan Ramadhan, yang telah dijalankan selama
sebulan penuh.
Sehingga setelah
bulan Ramadhan, maka umat muslim tersebut akan menjadi orang-orang yang secara
biologis, psikologis, fungsional, menjadi orang yang baru. Yaitu manusia
senantiasa berpikiran yang lebih baik, yang digambarkan dengan perubahan
struktur atau networking (synapses)
otak yang baru: yang senantiasa berpikiran positif, optimisme, tawadhu’, serta berserah diri kepada Allah. Demikian
pula akan bermanfaat meningkatkan daya ingat, mengurangi kematian sel-sel
saraf, bahkan dalam tingkatan tertentu mempermuda regenerasi sel-sel saraf yang
baru. Demikian pula karena terjadi penurunan zat-zat lemak seperti cholesterol,
trigliserida, LDL dan terjadi peningkatan HDL, menyebabkan suasana kesehatan
otak akan terhindar dari berbagai penyakit degenerative, seperti stroke,
jantung koroner, dan hipertensi otak serta menjadikan manusia dengan pikiran
lebih baik.
*) Taruna Ikrar,
Ph.D. (Kardiolog, Farmakolog, Neuroscientist, Division of Interdisciplinary of
Neurosciences University of California, School of Medicine, Irvine, USA)
Ditulis oleh Taruna
Ikrar, Ph.D. dan diposting kembali oleh
http://mutiara-edukasi.blogspot.com/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar