Halaman

Kamis, 08 Agustus 2013

Catatan Kecil di Momentum 'Idul Fitri Syawwal 1434 H

Syawwal, Hari Raya, 'Idul Fitri, Tradisi Lebaran, dan IlaiHi Raji'ün
Oleh: Cak Ngisom (@mokh_ngisom_msr)

“... Walitukmilü al-‘iddata wa litukabbiruLlãha ‘alã mã hadãkum wa la’allakum tasykurüna.” [QS. al-Baqarah/2: 185]
“... Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadhan) dan supaya kamu mengagungkan Allãh (dengan takbir dan tahmid) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” [QS. al-Baqarah/2: 185]

“Zayyanü a’yãdakum bittakbïra.” [HR. ath-Thabrani dari Abu Hurairah r.a.]
“Perhiasilah hari-hari raya kamu dengan takbir.” [HR. ath-Thabrani dari Abu Hurairah r.a.]

Ahlan wa sahlan syahru Syawwal, selamat ‘Idul  Fitri

 
Ilustrasi: http://rohis-facebook.blogspot.com/


Waktu dengan keistiqamahannya terus berjalan. Setelah sebulan kita berada dalam ‘madrasah’ dan ‘tarbiyyah’ Ramadhan, melaksanakan ’the real game’ (tidak sekedar ‘training’/latihan), yakni: ibadah shaum dan amaliyah ibadah lainnya, hari ini kita telah memasuki bulan Syawwal, bulan peningkatan. Taqabbalallãhu minnã wa minkum, semoga Allãh menerima amal ibadah (puasa) kita. Selamat ‘Idul Fitri, mohon ma’af lahir bathin. Selamat datang kembali di hari-hari penuh tantangan sekaligus perjuangan.  

Mengawali momentum Syawwal dan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allãh (muraqabatuLlãh), tidak sekedar berhitung pahala, serta untuk menyempurnakan ibadah Ramadhan kita, melalui tulisan ini saya mengingatkan diri saya sendiri dan kita sekalian untuk menguatkan niat melaksanakan amalan puasa sunnah mu’akkadah yakni puasa enam hari bulan Syawwal.
RasuluLlãh saw. bersabda: “Barangsiapa telah berpuasa Ramadhan (penuh) dan kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari dalam bulan Syawwal, maka (pahalanya) seperti berpuasa selama satu tahun.” [HR. Muslim]

Antara Ber-‘Idul Fitri, Berhari Raya, dan Tradisi Lebaran yang Islami

Ber-‘yaumul haflah’ atau berhari raya atau merayakan sebuah hari raya ada kemungkinan kita semua bisa melaksanakan dan mengalaminya. Akan tetapi tidak semua  kita mampu ber-‘Idul Fitri. ‘Idul Fitri adalah cara bersyukur kita kepada Allãh Subhanahu wa Ta’alã dengan mengagungkan asma-Nya dan meneguhkan keta’atan kita kepada-Nya. ‘Idul Fitri mempunyai makna kembalinya kaum muslimin kepada fitrah kemanusiaan dirinya dengan menempuh jalan berhenti atau tidak lagi melakukan perbuatan dosa, karena telah ber-taubatan nasuha dan berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi melakukan perbuatan dosa yang pernah dialami. Dan karena setelah berpuasa dengan didasari iman, ikhlas dan semata-mata mengharap ridho Allãh serta dengan penuh kesungguhan memohon ampun kepada-Nya, dosa-dosa kita pun diampuni oleh-Nya; atau dengan kata lain dengan penuh keinsyafan kita berhenti atau mengurangi secara drastis mencetak dosa sehingga berat dosanya terkalahkan seiring dengan berat kebaikan-kebaikan yang dilakukan, serta memang sudah memohon ma’af kepada semua orang yang terhadapnya seseorang pernah berbuat salah dan dosa. Jelas, untuk ber-I’dul Fitri itu sulit (siapa bilang gampang) dan butuh perjuangan. Jadi tidak semudah yang dibayangkan bahwa begitu keluar dari Ramadhan sudah serta merta kita mengalami yang namanya ‘Idul Fitri. Dalam sebuah haditsnya yang mulia Rasulullãh saw. bersabda: “Alangkah banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan haus dahaga belaka.” [HR. an-Nasa’i dan Ibnu Majah]

Kaitannya dengan ‘Idul Fitri, dalam merayakannya kita memiliki tradisi ‘Lebaran’, yakni tradisi ‘melebur dosa’. Sebuah tradisi yang menunjukkan kearifan karena didalamnya terdapat amalan silaturrahim dan saling mema’afkan sebagai syarat dihapuskankannya dosa antar manusia, setelah dosa terhadap Allãh diampuni oleh-Nya. Di dalamnya juga ada shodaqoh dan ikram (menghormati dan memuliakan) terhadap tamu yang bernilai ibadah. Tetapi yang sedemikian itu akan dikabulkan oleh Allãh kalau memang didasari niat yang benar, sesuai sya’riat, dan tulus ikhlas. Dan hendaknya silaturrahim dan memohon ma’af dilakukan tidak hanya dan jangan nanti menunggu hari raya ‘Idul Fitri atau ’Idul Adha.

Dan kaum muslimin memang berhak bergembira pada hari berbuka dan lebaran ini, di hari raya ‘Idul Fitri ini. Namun, sebagai orang mukmin yang kaffah dalam ber-Islam, ‘Idul Fitri kita sudah seharusnya dibingkai dalam nilai-nilai dan syari’at Islam. Harus islami. Lantas, berhari raya yang islami itu yang bagaimana?

Beberapa ciri dan cara berhari raya ‘Idul Fitri yang islami, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, tetap dalam kesederhanaan, tidak menunjukkan kemewahan dan memboros-boroskan materi dan harta. Karena hal tersebut dilarang oleh Allah swt., sebagaimana firmannya : ”... Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” [al-Isrã’/17: 26–27].
Kedua, mempererat silaturrahim dan ukhuwwah islamiyyah (persaudaraan dengan cara-cara syari’at Islam), saling kunjung-mengunjungi dan tulus ikhlas mema’afkan sesama muslim. Hal ini amat dicintai oleh Allãh sebagaimana firman-Nya: “... Dan bertaqwalah kepada Allãh yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan  [peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allãh, selalu menjaga dan mengawasimu.”  [an-Nisã’/4: 1].
Dan Rasulullah saw. pun bersabda: “Barangsiapa yang ingin rizqinya diperbanyak dan umurnya diperpanjang, hendaklah ia menghubungkan silaturrahim.” [HR. Bukhari dari Abu Hurairah r.a.].
Ketiga, menghindari segala bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, apalagi hakikat ‘Idul Fitri merupakan kemenangan melawan iblis. Oleh karena itu sangat disayangkan jika suasana ‘Idul Fitri dinodai dengan hal-hal yang berbau maksiat dan kemungkaran. Dan kalau kemaksiatan dan kemungkaran ini kita biarkan berlangsung terus akan mempengaruhi nasib kita nanti dihadapan Allãh saat kita kembali kepada-Nya (Ilaihi Raji’ün).

‘Idul Fitri dan Ilaihi Raji’ün

Dengan memaknai dan menjalani ‘Idul Fitri secara islami, paling tidak seperti paparan di atas, semoga Allãh memberikan hidayah taufiq kepada kita kembali dan senantiasa lurus berada di jalan-Nya. Dan memang sesungguhnya segala sesuatu termasuk kita ini milik Allãh dan hanya kepada-Nya segala sesuatu akan kembali (Innã liLlãhi wa innã ilaiHi roji'ün) [al-Baqarah/2: 156]. Untuk kembali keharibaan Allãh swt. dan diterima oleh-Nya kita harus dalam keadaan fitrah atau suci, bersih dari kesyirikan dan kotoran-kotoran/najis hati serta noda dosa [QS. as-Syu’ara/26: 88–89 dan ash-Shaffat/37: 84]. Dan orang-orang mukmin yang masih belum suci, belum bersih, masih ada najis hati atau masih berdosa dan belum kembali kepada kesucian (‘Idul Fitri) ketika masih diberi kesempatan hidup di dunia fana ini; maka sebelum diterima kembali oleh Allãh di akhirat kelak, akan disucikan di dalam neraka terlebih dahulu [Ighatsah al-Lahfan, hlm. 5–6].

Mestinya dengan ‘Idul Fitri kita bisa mulai memikirkaan, merenungkan, dan menentukan sikap langkah hidup kita menjadi langkah-langkah menuju Allãh, satu-satunya Dzat tempat kita kembali.

Oleh karena itu, harus kita menyadari bahwa kita harus senantiasa menjaga kefitrian kita dengan cara mengistiqomahkan (menjaga dan teguh melestarikan) kebaikan dan amal sholih yang kita lakukan pada bulan Ramadhan dan Syawwal dalam kehidupan kita pada bulan-bulan lain di sepanjang hayat kita. Spirit Ramadhan dan Syawwal harus kita bawa dan mewarnai pula pada waktu di bulan-bulan berikutnya.

Bertitik tolak dari sikap semacam itu, mulai bulan Syawwal yang artinya peningkatan inilah kita memulai hidup baru dengan kehidupan yang lebih islami, kehidupan sesuai syari’at Islam, kehidupan yang diridhoi oleh Allãh ‘Azza wa Jallã.

Dan mari kita kembali bergiat dalam amal-amal shalih seraya memanjatkan do’a: semoga Allãh Subhanahu wa Ta’alã berkenan menerima amal ibadah kita dan masih mentaqdirkan kita untuk dipertemukan kembali dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya. Ãmïn, ãmïn ya Rabb al ‘alamïn.

Wallãhu a’lam bish shawab.

Senin, 22 Juli 2013

Sajak Liris untuk Permata Hati

SAJAK LIRIS UNTUK PERMATA HATI
oleh: Bapaknya Nurul Izzah dan Muhammad Hanif

Foto: dukumentasi pribadi


Hari itu gerak putar kalender menjejak di tanggal 22/07/2000
Pancaran sinar mentari pagi membuka hari
Angin sepoi berhembus menyejukkan hati
Kupandangi alam berbinar berseri
Bentangan langit biru cerah
Tanaman tetumbuhan dibaluri embun basah
Bunga-bunga segar merekah
Burung-burung di dahan bernyanyi indah
Dan ikan-ikan di kolam itupun berenang lincah
Dengan tadhorru’ dan kepatuhan penuh
kesemuanya setia mengabdi tiada pernah ada keluh
bertasbih dan menggemakan puji-pujian kepada Allah sepenuh sungguh

Dan sepagi itu dengan puji-pujian kepada Allah jua
kunantikan bersama debar rasa dan khusu’ do’a
AlhamduliLlah..., wasyukruliLlah...,
SubhanaLlah..., Allaahuakbar....
Pintu bumi atas kehendak-Nya berhasil dibukanya
Dan bayikupun terbebas dari naungan mesra
dinding-dinding hangat rahim Ibunya
Hari itu Sabtu Wage duapuluh dua sasi Juli
Disaat panas-panasnya masa krisis multidimensi
yang belum pasti bilamana ia terbang di awan tinggi
ditiup angin lepas melenyapkan diri
Kuhayat-hayati rintihan Ibumu
Keresap-resapi lengkingan tangismu
Terasa diperdengarkan olehku nyanyian syurga
Oh..., terasa alangkah syahdunya
Menangis-nangislah, duhai anakku
Sematkan senyum dikulum, wahai istriku
Menyanyilah merdu-merdu

Saat adzan-iqomah kulantunkan dipendengaran kanan kirimu
Dan do’a-do’a kubalurkan disekujur tubuhmu
Kudekap tubuhmu lilin berselimut sutra hijau biru
Menyebar semerbak harum mawar aroma tubuhmu
Oh..., terasa alangkah lembutnya
Selamat datang di bumi, duhai anakku
Bersyukurlah sepenuh hati, wahai istriku
Bersenandunglah merdu-merdu

Duhai bayiku, anakku, permata hatiku....
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga suci murnimu
Wahai bayiku, anakku, permata hatiku
Semoga Allah Azza wa Jalla melindungi putih bersihmu
Dalam menjalani pengabdian dan perjuangan hidup di dunia fana
Menuju keabadian akhirat yang kekal tidak ada ujung waktunya

Bayiku, anakku, permata hatiku
Nafas barumu akan terbiasa
dengan udara kebebasan yang membuat jiwa
liat luar biasa mengarungi cakrawala
Tegak tegarlah jiwamu, duhai anakku
Tabah sabarlah hatimu, wahai istriku
Kebebasan kini membahana di atas cakrawala
Kebebasanmu kini hanya berbatas kebebasan pula

Hidupkanlah sukmamu, duhai anakku
Nyalakanlah semangatnya, wahai istriku
Damailah hatimu, beninglah jiwamu
Berlagulah merdu-merdu

Wahai penyejuk pandang mata hatiku
Telah digenapkan satu tahun perjalanan hidumu
Telah dikurangkan satu tahun jatah umurmu
Selamat memperingati detik, menit, jam hari,
bulan dan tahun engkau dihadirkan di bumi
Semoga engkau diperkenankan Allah Rabbul Izzati
mengalami kelahiran dan kelahiran baru lagi
Kan kusambut engkau dengan bunga warna-warni
Buat penawar hati yang manis kurindui
Wahai “Fatimah Az-Zahra” ku
Dihari ulang tahunmu tak bisa Bapak memberimu apa-apa
selain kasih sayang dan cinta sederhana sekedarnya hanya
Dihari bahagiamu tak mampu Bapak menghadiahkan apa-apa
kecuali untaian sajak liris dan selantun do’a yang kulangitkan cuma

Yaa Allah Yaa Khaaliku, Yaa Baariu, Yaa Mushawwiru
Di dalam peti besar yang bernama bumi ini
Ditengah hiruk pikuk zaman yang dirasuki
kebusukan dan kebodohan ini
Ditengah zaman yang dihantui
oligarkiisme dan kapitalisme ini
Ditengah zaman yang disergap
materialisme dan hedonisme ini
Ditengah zaman yang diporak porandakan
oleh penjajahan dan penjarahan ini
Rasukkanlah istiqomah dan muthma’innah
ke dalam qalbu anak titipan-Mu ini

Yaa Allah Yaa Khaaliqu, Yaa Baariu, Yaa Mushawwiru,
Wahai Engkau Yang Maha Pencipta, Wahai Engkau Yang Maha Menata ciptaan-Mu
Wahai Engkau Yang Maha Memperindah tatanan ciptaan-Mu,
Tancapkan dan teguhkan aqidahnya dalam hati
Perindahlah, percantiklah akhlaq dan budi pekerti
anak amanah-Mu ini Yaa Allah
Tanami ladang anak rahmat pemberian-Mu ini
Hiasi hati dan jiwa permata hati kami
dengan keinsyafan Adam, ketahanan Nuh,
kecerdasan Ibrahim, ketulusan Ismail,
ketabahan Ayyub, kearifan Ya’kub,
keadilan daud, keperkasaan Sulaiman,
kesabaran Yunus, kelapangan Yusuf,
kesungguhan Musa, kefasihan Harun,
kebeningan Khidir, kesucian Isa,
kematangan Muhammad
Yaa Allah Yaa Khaaliqu, Yaa Baariu, yaa Mushawwiru,
Tanami ladang anakku, yaa Allah,
Yaa, anak kehidupan ini
Didalam pengembaraan, penghambaan dan pengabdian hidupnya
sepenuhnya kepada-Mu
(Mohon ampun Yaa Allah jikalau do’aku berlebihan).
Aamiin tsumma aamiin.

Kali-Buol, di salah satu bilik Asrama Siswa SMA Negeri 2 Biau;
Saat suasana malam menyayup dan hening mengguratkan rindu,
dini hari, Dua puluh dua Juli Dua ribu satu yang biru.
Bapakmu, yang terbata-bata mengeja waktu,
yang tertatih-tatih menjalani kehidupan yang berlagu.

#Dan ulang tahun adalah sebuah momentum untuk berkaca di danau kehidupan.

@mBak Izzah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbingmu dalam menuntut ilmu pengetahuan dan menempuh kebaikan. Semoga pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga dan meneguhkan imanmu, menghidupkan jiwamu, mencerdaskan akalmu, menajamkan pikiranmu, dan menjernihkan hatimu. Ãmïn tsumma ãmïn....

Sedang Tuhan Pun Memanggil-manggil Hamba-Nya untuk Bertaubat


"Ada pintu yang teramat luas di antara pintu-pintu dalam Islam, ia adalah ‘pintu taubat’. Dan ia senantiasa di buka lebar-lebar oleh Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat". 


Prolog: Mengapa Kita Butuh Bertaubat?

Pertama, haruslah kita memahami kedudukan kita di hadapan Allah dan hakikat keberadaan kita di dunia serta untuk apa kita diciptakan. Dan karena hidup kita ini adalah perjalanan menuju ke pengadilan akbar. Kemudian, bukankah banyak hak-hak Allah yang kita lalaikan, banyak hukum aturan Allah yang kita langgar, banyak dosa kesalahan (kecil dan besar) yang kita lakukan....

Sahl bin Abdullah berkata: Barangsiapa yang berkata bahwa taubat adalah tidak wajib maka ia telah kafir, dan barangsiapa yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir. Dan ia berkata: "Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan taubat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak tahuannya akan ilmu taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu. (Di sebutkan oleh Abu Thalib Al Makki dalam kitabnya Qutul Qulub, juz 1 hlm. 179).

Sufyan Ats-Tsauri –rahimahullah– berkata, "Suatu hari aku duduk-duduk menghitung dosa-dosaku. Lalu aku berkata pada diriku, "Kau akan bertemu Allah, wahai Sufyan, Dia akan menanyakan padamu dosa demi dosa."
Bayangkanlah, siapakah Sufyan? Ia seorang imam atba’ tabi'in yang sholeh. Lalu berapa kali kita menghitung dosa yang kita lakukan?
Ia berkata lagi pada dirinya, "Inikah yang kau ingat, wahai Sufyan? Bagaimanakah yang Allah ingat, dan kau melupakannya? Bertaubatlah sebelum engkau bertemu Allah Subhaanahu wa Ta’ala."

#Beberapa ayat dalam Al-Qur’an al Kariim tentang taubat:

Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji (dosa-dosa besar yang akibatnya menimpa diri sendiri dan juga orang lain) atau mendzalimi diri sendiri, mereka segera ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji dan dhalimnya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran: 135)

"Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taubah: 5)

"Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki (dirinya), sungguh, Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 119)

Kemudian datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman, dan beramal sholeh, maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (QS. Maryam: 59-60)

Dan sesungguhnya, Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, dan beramal sholeh, kemudian Allah memberinya hidayah.” (QS. Thaha: 82)

"Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." (QS. An-Nuur: 31)

Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 70)

Maka adapun orang yang bertaubat dan beriman serta mengerjakan amal shalih, mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Qashash: 67)

"Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (kecuali dosa syirik). Sesungguhnya Dia lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)

"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan (agama)-Mu dan peliharalah mereka dari adzab neraka.” (QS. Al-Mu’min/Ghafir: 7)

"Dan barangsiapa tidak mau bertaubat, maka mereka itu termasuk orang yang berbuat dzalim." (QS. Al-Hujurat: 11)

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat nasuha (taubat yang semurni-murninya, taubat yang sebenar-benarnya), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak akan mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengannya; sedang cahaya (iman dan amal sholeh) mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka ketika mereka berjalan; sambil mereka berkata (ketika orang-orang munafik meraba-raba dalam gelap-gelita), "Ya Tuhan kami! Sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan limpahkanlah ampunan kepada kami; Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Tahrim: 8)

#Beberapa hadits Rasulullah tentang taubat:

"Wahai manusia, mohon ampunlah pada Tuhan kalian, dan bertaubatlah. Maka aku memohon ampun dan bertaubat pada Allah seratus kali setiap hari." (HR. Bukhari dan Muslim).

Demi Allah, sungguh aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubuat kepada-Nya, lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Bukhari)

Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah. Sungguh aku biasa bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari.” (HR. Muslim)

Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, Allah akan menerima taubatnya.” (HR. Muslim)

Sungguh, Allah meluaskan “tangan”-Nya pada malam hari untuk memberi kesempatan dan menerima taubat dari hamba yang melakukan maksiat dan berbuat dosa di siang hari. Dan Allah meluaskan tangan-Nya pada siang hari untuk memberi kesempatan dan menerima taubat dari hamba yang melakukan maksiat dan berbuat dosa di malam hari, sampai kelak matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim)

"Sungguh, Allah membentangkan “tangan”-Nya setiap malam, agar orang yang berbuat dosa di siang hari mau bertaubat. Dan Dia juga membentangkan tangan-Nya di siang hari, agar orang yang berbuat dosa di malam hari mau bertaubat." (HR. Muslim dan Ahmad)

"Sesungguhnya Allah membuka "tangan"-Nya pada malam hari untuk memberikan ampunan kepada orang yang melakukan dosa pada siang hari, dan membuka "tangan"-Nya pada siang hari, untuk memberikan ampunan kepada orang yang melakukan dosa pada malam hari, (terus berlangsung demikian) hingga (datang masanya) matahari terbit dari barat (kiamat).” (HR. An-Nasai)

“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum sampai di tenggorokan.” (HR. Ahmad)

"Seluruh kalian adalah pembuat salah dan dosa, dan orang yang berbuat salah dan berdosa yang paling baik adalah mereka yang sering bertaubat.” (HR. Ahmad)

Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat” (HR. Tirmidzi)

Jika seorang manusia berbuat sebuah dosa, munculah sebuah noktah hitam di hatinya. Namun ketika ia berhenti dari maksiatnya, lalu memohon ampunan dan bertaubat, hatinya kembali mengkilap.” (HR. At-Tirmidzi)

Sungguh Allah menerima taubat hamba-Nya selama belum yu-ghor-ghir (ketika nyawa sudah sampai di kerongkongan dan saat itulah batas waktu terakhir yang Allah tidak menerima lagi taubat hamba-Nya).” (HR. At-Tirmidzi)

"Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di tenggorokan (syakratul maut)." (HR. Ibnu Majah dan At-Tirmizi)

Epilog: Niatkan Diri dan Segeralah Bertaubat

Syarat-syarat taubat :

1.     Ikhlas ingin bertaubat;
2.     Tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu lagi;
3.     Menyesali atas perbuatan yang telah dilakukan;
4.     Harus mempunyai tekad kuatdi dalam hati untuk tidak melakukan dosa itu untuk selama-lamanya; dan
5.     Dikerjakan sebelum ajal tiba.

Beranikan dirimu untuk mengharapkan ampunan
Sebelum engkau mati dan lisanmu kelu
Bersegeralah bertaubat, sebelum ruh dikunci
Karena taubat adalah simpanan dan harta
Bagi orang baik yang kembali kepada-Nya

Dan Tuhan pun memanggil-manggil hamba-Nya untuk bertaubat. Beliau sangat mengharapkan hamba-hamba-Nya selamat. Maka siapakah yang bisa menghalang-halangi diri kita dari taubat, saudaraku? Kesempatan selalu dan selalu terbuka lebar, sebelum syakaratul maut! Sebelum ajal menjemput. Bersegeralah memohon ampunan seraya bertaubat sebelum semuanya terlambat.

Semoga bermanfa’at.

Wallahu a’lam bish-shawab. 

Minggu, 09 Juni 2013

Analisisa Sederhana ‘Hujan Bulan Juni’, a Poem by Sapardi Djoko Damono

SOUNDSCAPE HUJAN BULAN JUNI
Oleh: Mokh. Ngisom Musurur [https://twitter.com/mokh_ngisom_msr]

Puisi Hujan Bulan Juni (June Rain) karya Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, seperti puisi-puisi beliau lainnya memang begitu mengharu biru relung-relung kalbu. Liriknya berirama euphony yang bunyinya terasa teduh dan harmonis. Hujan dalam imaji dan puisi Pak Sapardi menjelma menjadi suatu lanskap ritmis, di mana kita dapat menganalogkan sebagai satu sajian soundscape’ (pemandangan yang berupa bunyi atau nada) nan indah. Lanskap hujan menjadi sumber melodrama dan cerita humanitas tanpa batas. Tiap baris disajikan dengan kata yang halus lembut dan dengan gaya bahasa kiasan yang personifikatif dimana akan kita dapati dalam kata hujan dikiaskan sebagai manusia yang bersikap tabah, bijak, dan arif.



Beliau dapat mengilustrasikan dan mengibaratkan sesuatu dari sudut pandang atau hal-hal yang jarang terpikirkan oleh orang lain. Puisi 'Hujan Bulan Juni' dapat ditafsirkan sebagai simbol dari sebuah penantian. Hal yang dinantikan pada bulan Juni, musim kemarau itu adalah hujan. Saya dapat berkata demikian melihat dari pilihan kata yang diambilnya. Semisal, ‘bulan Juni’ merupakan bulan di musim kemarau yang jarang terjadi hujan. Dalam siklus musim, kemungkinannya sangat kecil untuk turun hujan di negeri kita Indonesia pada bulan Juni, karena bulan Juni termasuk dalam musim kemarau. Walaupun memang, akibat perubahan iklim global, pada akhir-akhir ini tidak demikian. Ya, itulah keunikan yang dapat ditangkap dan yang saya maksud sebagai sesuatu hal yang tidak sering dipikirkan kebanyakan orang.

Puisi ini terdiri dari 12 baris, memiliki 6 subide (semacam alinea dalam narasi prosa). Masing-masing alinea memiliki fragmen dan gambaran tertentu, yaitu: 1) ketabahan seseorang dalam penantian panjang akan sesuatu yang diharapnya, 2) kerinduan mendalam yang dirahasiakan, 3) penantian yang bijak penuh akal budi, 4) penghapusan masa lalu yang menimbulkan keraguan, 5) kearifan dan keihlasan dalam penantian, 6) penantian yang berbuah kebahagiaan dipenghujungnya.

Puisi ini menceritakan mengenai ketabahan dalam menahan kerinduan tak terperi dan kearifan serta kebijakan memendam cinta yang diibaratkan oleh hujan dan pohon bunga itu. Makna dari perumpamaan puisi ini adalah bahwa meskipun seseorang mencintai orang lain dalam hati saja, akan tetapi orang tersebut dapat menunjukkan rasa cintanya kepada orang yang dia cintai melalui sikap, perilaku, dan pemberian yang tulus tanpa pengharapkan balasan atau imbalan apapun, seperti tetes air hujan yang diserap akar pohon bunga itu. Begitu mengilhami dan menyentuh.

Salam sastra berperadaban.

Selanjutnya, yang hendak mengapresiasi, silakan menyimak lirik puisinya, mendengarkan musikalisasi puisinya, dan menyaksikan videonya, pada link yang tertera di bawah lirik puisi 'Hujan Bulan Juni' berikut ini. Selamat meresapi dan menghayatinya. Semoga mampu menguatkan jiwa-jiwa rindu para pecinta dengan ketabahan, kearifan, dan kebijakan:

HUJAN BULAN JUNI

Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Musikalisasi puisinya, antara lain dapat didengar dan dilihat di link situs-situs berikut ini: