Halaman

Minggu, 28 November 2021

PGRI DAN PERAN STRATEGIS MEMBANGUN GENERASI GEMILANG 2045 DI ERA MERDEKA BELAJAR


PGRI DAN PERAN STRATEGIS MEMBANGUN GENERASI GEMILANG 2045 DI ERA MERDEKA BELAJAR

Oeh: Mokh. Ngisom Musurur
(Guru UPTD SMP Negeri 2 Kunjang – PGRI Cabang Kecamatan Kunjang)



Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Hari Guru Nasional 25 November merupakan momentum mengevaluasi peran strategis PGRI. Dalam melakukan evaluasi, PGRI, organisasi profesi, perjuangan, dan ketenagakerjaan tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya (AD ART PGRI, 2019) bisa merujuk pada Pembukaan UUD 1945, UUD 1945 Pasal 31, UU No. 20 Tahun 2003, UU No. 14 Tahun 2005. Di dalamnya menjelaskan amanat konstitusional mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Bagaimana pun PGRI bersama guru adalah ujung tombak dalam mewujudkannya. Tetapi jalan dan prosesnya tidaklah mudah. Sarat permasalahan dan penuh tantangan seiring arus disrupsi teknologi dan inovasi serta gelombang perubahan zaman yang cepat, mengejutkan sekaligus memberikan peluang.

Permasalahan, tantangan dan apa yang harus diperjuangkan

Dengan memperhatikan tujuan pendidikan yang digariskan dalam konstitusi kita serta memperhatikan kenyataan empiris di bangsa kita, maka akan terdiagnosis adanya banyak masalah di bidang pendidikan bangsa ini. Ada gap (jurang pemisah) menganga di antara keduanya. Ini artinya terdapat permasalahan sekaligus tantangan yang membutuhkan perjuangan untuk menyelesaikannya.

Persoalan mendasar yang perlu dievaluasi dan dijadikan bahan refleksi salah satunya adalah sudahkah PGRI bersama guru benar-benar berusaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Seturut dengan itu, apakah PGRI bersama guru juga sudah nyata-nyata berjuang dengan sungguh-sungguh mewujudkan tujuan pendidikan, yakni: memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia. Fenomena yang teramati di lembaga-lembaga pendidikan kita, usaha meningkatkan iman, takwa, serta akhlak mulia masih lebih sekedar visi misi yang dalam implementasinya kurang kesungguhan dan kegigihan dalam mewujudkannya. Pendidikan kita orientasinya masih lebih menekankan bidang akademik atau ranah kognitif dan psikomotorik serta terjebak dalam urusan formalitas administratif belaka. Di lain sisi, telah terjadi kemerosotan akhlak pada bangsa kita, termasuk di kalangan pelajar atau peserta didik kita. Sedangkan persoalan akhlak dan adab mulia sangatlah penting karena ia menjadi pengantar sekaligus kunci meraih keberkahan ilmu (Imam Az-Zarnuji, 2020: 40). Dalam Reformasi Pemikiran Pendidikan Kita (2020: 265), Fatih Madini mengemukakan bahwa realitasnya, iman, taqwa, dan akhlak mulai tidak lagi dijadikan tolak ukur dan standar kelulusan di setiap jenjang pendidikan.

Permasalahan lain di dunia pendidikan kita yang membutuhkan peran perjuangan PGRI dalam mencari solusinya antara lain adalah: kebiasaan mark-up atau katrol nilai. Borok di tubuh pendidikan yang bertajuk ‘katrol nilai’ ini kalau tidak segera dihentikan akan berdampak pada penurunan kualitas output dan outcome pendidikan kita.

Belum lagi masalah rendahnya kualitas SDM Indonesia sebagai hasil proses pendidikan. Beberapa lembaga survei internasional masih menempatkan kualitas pendidikan Indonesia di urutan bawah. Di dalam opini Emil Salim Tantangan Pendidikan Bangsa di Kompas (28/5/2021) dituliskan hasil penilaian Programme for International Students Assessment (PISA) yang menilai “kemampuan literasi membaca, matematika dan sains” yang diselenggarakan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi. Selain itu, penilaian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) sebagai penilai internasional untuk pengetahuan matematika dan sains yang dilakukan oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan. Dalam kedua penilaian tersebut dari 79 negara yang dinilai, Indonesia masih berada di kelompok lima negara terbawah. Krisis pendidikan yang dialami Indonesia kini, makin diperparah oleh krisis akibat Pandemi Covid-19. Hal ini dikhawatirkan menyebabkan learning loss atau hilangnya pengetahuan dan keterampilan atau terjadinya kemunduran proses akademik karena faktor tertentu.

Yang juga menjadi masalah pelik pendidikan kita, yaitu: gaji guru honorer ‘murni’ di semua jenjang dan satuan pendidikan dari TK dan RA s.d. SMK dan MAK yang masih jauh dari layak, rencana pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dari lembaga pendidikan yang kontra dengan amanat konstitusi dan pasti membebani masyarakat terutama warga miskin. Kemudian persoalan tidak lagi diangkatnya guru dalam skema ASN/PNS melainkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ada lagi masalah pendidik atau guru yang belum sepenuhnya memahami substansi kurikulum dan penerapannya.

Selain itu, permasalahan yang harus diperhatikan serius pula oleh PGRI bersama guru adalah masalah penyalahgunaan ‘gadget’, narkoba, terpaparnya pornografi dan pornoaksi oleh peserta didik kita, serta pergaulan bebas berkedok ‘pacaran’ yang dilakukan oleh kalangan pelajar dan mahasiswa; LGBT, useless dan hate speech di media sosial, tawuran antar pelajar, dan masih banyak lagi permasalahan lainnya.

Masalah krusial tersebut di atas kalau tidak segera diupayakan jalan keluar yang tepat akan berdampak buruk bagi kecerdasan spiritual, sosial, emosional, serta intelektual, serta masa depan generasi kita. Apalagi jangan sampai terjadi lost generation yang sama-sama kita tidak inginkan. Oleh karena itu menurut penulis, sebagai langkah solutif, PGRI bersama guru dengan semangat merdeka belajar harus memperjuangkan dilakukannya reformasi sistem pendidikan berdasarkan konstitusi dan berbasis akhlak mulia untuk membangun generasi gemilang. Payung hukumnya sudah ada. Tinggal membutuhkan kebijakan, good will dan political will untuk bebar-benar mengamalkan secara nyata.

Era Merdeka Belajar dan Harapan Menuju Generasi Gemilang 2045

Pada tahun 2045 nanti, kemerdekaan bangsa Indonesia akan memasuki usia kemerdekaan 100 tahun. Para elite bangsa Indonesia harus memiliki kepemimpinan dan blue print atau grand design bagaimana Indonesia menjadi bangsa yang berkemajuan dan berperadaban luhur. Di era merdeka belajar kini, PGRI bersama para guru yang memiliki peran strategis dan bersinergi dengan seluruh stakeholder pendidikan mesti bergerak, berjuang memberi solusi bagi permasalahan pendidikan yang ada.

Dengan spirit merdeka belajar dan komitmen tinggi mempersiapkan generasi Indonesia 2045 di mana populasi usia produktif yang melimpah harus menjadi bonus demografi bukan bencana demografi. Kita semua dengan segala daya upaya berharap lahirnya generasi gemilang sebagai hadiah ulang tahun satu abad kemerdekaan Indonesia pada 2045 nanti dapat terwujud. Menjadi generasi emas jangan generasi cemas, generasi berprestasi bukan generasi frustasi. Generasi gemilang, tidak generasi pecundang.

Melalui reformasi sistem pendidikan yang benar serta peran PGRI dan para guru yang sholih, berakhlak mulia, cerdas, kreatif, inovatif, belajar merdeka, dan memiliki spirit merdeka belajar serta ikhlas mengabdi untuk bangsanya akan sangat memberi kontribusi dan menjadi kunci mewujudkan generasi gemilang 2045. Generasi yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Generasi berprofil Pancasila dan berwawasan kebangsaan.
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan perjuangan serta doa, kita yakin bisa mewujudkannya.
Selamat HUT ke-76 PGRI dan Hari Guru Nasional 2021.
Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan.
Bangkit Guruku, Maju Negeriku.
Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh. Hidup Guru!, Hidup PGRI!, Solidaritas! Yes!