Halaman

Rabu, 01 Juli 2015

Dampak Puasa Terhadap Pembentukan Struktur Otak Baru dan Kesehatan Otak

DAMPAK PUASA TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR OTAK BARU

DAN KESEHATAN OTAK



Oleh: Taruna Ikrar
*)

Struktur Otak

Otak adalah bagian yang paling kompleks dari tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi utama, yaitu: sebagai pusat kemampuan berpikir, intelijen, mengingat, inovasi; demikian pula sebagai pusat penafsiran terhadap fungsi panca indra, inisiator gerakan tubuh, dan pengendali perilaku. Otak terletak di dalam tempurung kepala, yang memiliki cairan pelindung. Otak juga merupakan sumber dari semua kualitas yang mendefinisikan kemanusiaan kita. Sehingga otak adalah permata dari mahkota tubuh manusia.

Selama berabad-abad, ilmuwan dan filsuf telah terpesona oleh otak, tetapi sampai saat ini, otak tetap memiliki misteri yang sangat kompleks, dan masih sangat banyak yang belum terungkap dari rahasia besar tersebut. Untuk mengungkap berbagai misteri didalam otak, para ilmuwan telah belajar lebih banyak tentang otak dalam 10 tahun terakhir dibanding dekade sebelumnya, karena laju percepatan penelitian dalam ilmu saraf dan perilaku, yang didukung oleh pengembangan teknik penelitian baru.

(Gambar 1: Ilustrasi Struktur Otak Manusia)

Secara prinsip otak melayani fungsi penting dalam kehidupan. Sebagai contoh, kita memiliki panca indera: penglihatan, penciuman, pendengaran, sentuhan dan rasa. Melalui indera ini, otak kita menerima pesan. Dengan menggunakan panca indera: penglihatan, penciuman, sentuhan, rasa, dan pendengaran, otak menerima banyak pesan pada waktu bersamaan. Otak kita mengontrol pikiran kita, memori, gerakan tangan dan kaki dan fungsi semua organ dalam tubuh kita. Otak juga menentukan bagaimana kita menanggapi situasi stres dengan mengatur irama jantung dan pernapasan.

Otak adalah struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari beberapa bagian penting yang menjalankan fungsi otak terhadap seluruh organ tubuh. Struktur tersebut, terdiri atas bagian utama, yaitu: otak besar (hemisphera), otak belakang (cerebellum), batang otak (brain stem), sumsum tulang belakang (spina spinalis), serta sistem saraf perifer (autonomy nervuses system). Sebagai mana diketahui, bahwa otak terdiri dari 100 milyaran sel saraf (neuron) yang saling berhubungan, dengan jumlah networking 1000 triliunan synapses. Hubungan antara sel-sel saraf ini disebut synapses. Pada hubungan sel saraf terjadi melalui impuls listrik (electrical synapses) dan kimiawi yang berupa neurotransmittersebagai bahan perantaranya. Neurotransmitter berperan dalam pengaturan sistem kerja antar neuron, sehingga apabila terjadi gangguan pada neurotransmitter, maka neuron-neuron akan bereaksi abnormal.

Ada 2 golongan jenis sel-sel saraf yaitu: excitatory dengan neurotransmitter kimiawinya (glutamat) dan yang kedua adalah inhibitory dengan neurotransmitter yang berperan GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Kedua jenis sel saraf diatas berfungsi secara harmoni atau seimbang untuk melaksanakan fungsi otak dengan baik.

(Gambar 2: Kerumitan dan kompleksitas dari networking atau jaringan antara sel-sel saraf di dalam otak).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Otak

Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi fungsi otak, antara lain: faktor genetik, psikologi/kejiwaan, lingkungan, temperatur, makanan, dan minuman. Secara khusus dalam ilmu saraf, dikenal istilah plastisitas otak. Plastisitas otak mengacu pada kapasitas dari sistem saraf untuk mengubah struktur dan fungsinya, sebagai reaksi terhadap keragaman lingkungan. Perubahan tersebut terjadi dalam berbagai tingkatan pada sistem saraf mulai dari peristiwa molekuler, seperti perubahan dalam ekspresi gen, sampai panda tingkatan perilaku.

Tiga bentuk utama dari plastisitas jaringan otak yang dapat dijelaskan sebagai berikut: plastisitas sinaptik, neurogenesis dan fungsional kompensasi.

1). Synaptik plastisitas; ketika otak terlibat dalam pembelajaran dan pengalaman baru, akan terjadi interaksi dan networking baru pada hubungan sel-sel saraf (synapses) di otak. Secara prinsip, sistem atau sirkuit saraf memilik banyak rute yang terbentuk antar sel-sel saraf (neuron). Rute ini terbentuk dalam otak melalui pembelajaran dan praktek. Sel-sel saraf (neuron) berkomunikasi satu sama lain pada titik pertemuan yang disebut (synaps). Setiap kali pengetahuan baru yang diperoleh melalui komunikasi atau transmisi synaptik antara neuron yang terlibat, akan dibarengi pula interaksi neuron dalam berkomunikasi dengan sesama neuron melalui sinyal listrik. Bukti ini, akan menunjukkan plastisitas sinaptik sistem saraf; yang merupakan pilar menakjubkan akan kelenturan otak.

2). Neurogenesis; merupakan proses kelahiran dan proliferasi neuron baru di dalam otak. Para ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir telah menemukan, bahwa sel induk yang terletak di dentate gyrus hipokampus dan di korteks pre-frontal, dapat mengalami proliferasi dan berkembang menjadi sel pyramidal dan sel yang akan berkembang menjadi sel-sel dewasa yang memiliki akson dan dentrites. Sel-sel saraf yang baru ini akan bermigrasi ke berbagai daerah di dalam otak dimana mereka dibutuhkan untuk merehabilitasi atau menggantikan sel-sel yang rusak atau mati.

(Gambar 3: Regenerasi sel-sel saraf)

3). Fungsional kompensasi; pada saat seseorang mengalami penuaan, maka plastisitas otak akan mengalami penurunan. Tetapi, sesuatu yang merupakan keanehan, karena tidak semua orang dewasa yang lebih tua menunjukkan kinerja yang lebih rendah, bahkan beberapa orang mengalami pencapaian kinerja yang lebih baik, bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang lebih muda. Hal ini merupakan keuntungan bagi perkembangan otak tersebut, yang dalam istilah neurosains, disebut fungsional kompensasi. Dengan fungsional kompensasi ini, sehingga pada saat seseorang mengalami ketuaan dan defisit serta penurunan plastisitas sinaptik yang menyertai penuaan, otak tetap bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Studi terbaru menunjukkan bahwa otak mencapai solusi fungsional melalui aktivasi jalur saraf alternatif, yang paling sering mengaktifkan daerah di kedua belahan otak.

Kondisi Psikologis dan Biologis Manusia Pada Saat Berpuasa

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi fungsi otak di atas, muncul pertanyaan, bagaimana kondisi biologis, psikologis dan fungsional otak pada saat berpuasa. Berpuasa pada bulan Ramadhan bagi kaum muslim, secara hakekat bukan hanya menahan dahaga dan lapar mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Tetapi lebih dari itu adalah suatu latihan psikis, mental dan tentu saja fisik biologis.

Secara psikis, orang yang menjalankan puasa tersebut akan semakin memiliki jiwa dan perilaku sehat, dan tentunya menjauhkan pikiran dan perbuatan dari hal-hal yang bisa mencederai hakikat berpuasa, sehingga kedepan bisa menjadi manusia yang berakhlaq mulia.

Secara biologis, tentunya diharapkan bisa bermanfaat bagi kesehatan. Pelaksanaan puasa dilaksanakan dengan cara menahan dahaga dan lapar mulai dari subuh hingga terbenamnya matahari di ufuk timur; (dibutuhkkan waktu sekitar 14 jam). Berarti selama melaksanakan puasa tubuh mengalami proses metabolisme atau makanan didaur ulang dalam sistem pencernaan sekitar 8 jam, dengan perincian 4 jam makanan disiapkan dengan keasaman tertentu dengan bantuan asam lambung, untuk selanjutnya dikirim ke usus, 4 jam kemudian makanan diubah wujudnya menjadi sari-sari makanan di usus kecil kemudian diabsorbsi oleh pembuluh darah dan dikirim keseluruh tubuh. Waktu sisa 6 jam merupakan waktu yang ideal bagi sistem percernaan untuk istirahat.

Selama melaksanakan puasa Ramadhan tersebut, menjadi hal yang penting untuk memahami manfaatnya. Apalagi jika dilakukan secara ikhlas dan disertai keyakinan dan pengetahuan yang memadai tentang manfaat pelaksanaan puasa bagi kesehatan tubuh, khususnya yang berhubungan dengan metabolisme, sistem endokrim, dan kesehatan organ yang sangat penting, seperti otak.

Manfaat Puasa Pada Fungsi Otak

Dengan menjalankan puasa, berarti suatu aktivitas fisik dan biologis sebagai usaha untuk mengatur dan memperbaiki metabolisme tubuh. Hal ini dapat dimengerti, karena pelaksanaan puasa mengajarkan dan melatih tubuh secara disiplin untuk makan dan minum secara tidak berlebihan dan mengatur kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Dengan demikian maka puasa akan memberi manfaat kesehatan bagi orang yang menjalankannya.

Berpuasa akan melatih seseorang untuk hidup teratur dan disiplin, serta mencegah kelebihan makan. Menurut penelitian, puasa dapat menyehatkan tubuh, sebab makanan berkaitan erat dengan proses metabolisme tubuh. Saat berpuasa karena ada fase istirahat setelah fase pencernaan normal, yang diperkirakan sekitar 6 sampai 8 jam, maka pada fase tersebut terjadi degradasi dari lemak dan glukosa darah. Demikian pula ternyata terjadi peningkatan HDL (High Density Lipoprotein) dan apoprotein alfa 1, dan penurunan LDL (Low Density Lipoprotein) dimana hal ini sangat bermanfaat bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah, karena HDL berefek baik bagi kardiovaskuler sedangkan LDL berefek negatif bagi kesehatan pembuluh darah. Kondisi tersebut dapat menjauhkan serangan penyakit jantung dan pembuluh darah. Bagi penyakit kardiovaskuler, tidak ada penanggulangan yang lebih baik selain mencegahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki gaya hidup sehat, melaksanakan pola makanan yang sehat (memperbanyak makan makanan berserat dan bersayur, serta tidak makan berlebihan makanan yang mengandung lemak dan kolesterol tinggi), serta dilanjutkan dengan olah raga atau aktivitas yang teratur.

Demikian pula secara psikologis yang tenang, teduh dan tidak dipenuhi rasa amarah saat puasa ternyata dapat menurunkan adrenalin. Sebab saat marah terjadi peningkatan jumlah adrenalin sebesar 20-30 kali lipat. Adrenalin akan memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial dan menambah volume darah ke jantung dan jumlah detak jantung. Adrenalin juga menambah pembentukan kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah. Berbagai hal tersebut ternyata dapat meningkatkan risiko penyakit pembuluh darah, jantung dan otak seperti jantung koroner, stroke dan lainnya.

Dalam penelitian endokrinologi menunjukkan bahwa pola makan saat puasa yang bersifat rotatif menjadi beban dalam akumulasi makanan di dalam tubuh. Keadaan ini mengakibatkan pengeluaran hormon sistem pencernaan seperti amylase, pangkrease, dan insulin dalam jumlah besar, sehingga akan meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan tubuh. Dengan demikian, puasa bermanfaat menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi, kegemukan dan hipertensi.

Demikian pula, manfaat puasa terhadap fungsi dan kesehatan otak, dapat dijelaskan secara ilmiah (scientific experiment). Berdasarkan penelitian plastisitas dan neurogenesis, yaitu tentang kelenturan dan perkembangan otak. Dijelaskan bahwa pada dasarnya synapsis (jaringan/koneksi otak) dapat berkembang berdasarkan, faktor lingkungan, kejiwaan, dan makanan yang dikomsumsi oleh seseorang. Bahkan, Dr. Johansen-Berg, et al. (Neuron Journal, 2012) mejelaskan bahwa synapsis diotak dapat mengalami perubahan selama 24 jam yang terekpos oleh pembelajaran dan latihan.

Sehingga pada saat seseorang melaksanakan puasa Ramadhan, selama sebulan penuh (30x24 jam). Dengan berupaya secara maksimal mengatur cara makan, serta senantiasa berpikir positif, berpikir optimis, serta tawadhu dan berbuat secara ikhlas. Maka berdasarkan plastisitas, neurogenesis, dan fungsional kompensasi jaringan otak akan diperbaharui. Sehingga struktur otak akan terbentuk networking atau rute jaringan baru didalam otak, yang tentunya akan membentuk pribadi dan manusia yang berpikiran sempurna sesuai anjuran dan latihan Ramadhan, yang telah dijalankan selama sebulan penuh.

Sehingga setelah bulan Ramadhan, maka umat muslim tersebut akan menjadi orang-orang yang secara biologis, psikologis, fungsional, menjadi orang yang baru. Yaitu manusia senantiasa berpikiran yang lebih baik, yang digambarkan dengan perubahan struktur atau networking (synapses) otak yang baru: yang senantiasa berpikiran positif, optimisme, tawadhu, serta berserah diri kepada Allah. Demikian pula akan bermanfaat meningkatkan daya ingat, mengurangi kematian sel-sel saraf, bahkan dalam tingkatan tertentu mempermuda regenerasi sel-sel saraf yang baru. Demikian pula karena terjadi penurunan zat-zat lemak seperti cholesterol, trigliserida, LDL dan terjadi peningkatan HDL, menyebabkan suasana kesehatan otak akan terhindar dari berbagai penyakit degenerative, seperti stroke, jantung koroner, dan hipertensi otak serta menjadikan manusia dengan pikiran lebih baik.

*) Taruna Ikrar, Ph.D. (Kardiolog, Farmakolog, Neuroscientist, Division of Interdisciplinary of Neurosciences University of California, School of Medicine, Irvine, USA)

Ditulis oleh Taruna Ikrar, Ph.D. dan diposting kembali oleh http://mutiara-edukasi.blogspot.com/.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar